Senin, 20 April 2009

HAKEKAT KEPEMIMPINAN

SERING kita mendengar bahwa kepemimpinan bukan hanya didasarkan pada status, kedudukan atau jabatan. Penulis sependapat mengenai hal ini karena kepemimpinan adalah berhubungan dengan orang lain. Ketika berhubungan dengan orang lain maka adanya interaksi dan kepedulian terhadap kondisi orang lain baik itu positif maupun negatif. Dengan ini mulai muncul pengaruh diri kita pada orang lain. Seandainya kita mulai mengikuti apa yang disampaikan, baik melalui sikap, ucapan maupun karakter orang lain maka kita terpengaruh pada orang tersebut. Sama halnya dengan kita, jika ingin menimbulkan pengaruh pada orang lain maka kita harus menjadi teladan, peduli, membuat orang lain merasa dibutuhkan.

Pengaruh yang kita timbulkan terkadang hanya sebatas membuat orang mengikuti kita tapi belum dapat membuat orang juga berpengaruh seperti kita. Pada setiap pengaruh yang diberikan kepada orang lain memiliki tingkatan yang perlu dipahami mulai dari menciptakan pengaruh hingga membuat orang lain berpengaruh. Maxwell (2004) mengatakan “Pengaruh tidak muncul seketika, tapi tumbuh secara bertahap.”

Membangun pengaruh adalah hal yang terpenting dalam kepemimpinan. Pengaruh dibangun dari tahapan-tahapan yang saling terkait, merupakan hal yang mustahil jika ingin berpengaruh tapi tidak pernah belajar menjadi orang yang berpengaruh. Dimanakah letak pemebelajaran itu tergantung kita memahami tahapan-tahapan dalam membangun pengaruh pada orang lain. Ada 4 tahap yang perlu kita kembangan, yaitu, model, motivasi, mentor, dan pelipatgandaan.

Tikat Pertama yaitu model. Model merupakan teladan yang dibangun seseorang dalam membentuk karakter pribadi. Setiap orang lebih dahulu dipengaruhi dengan apa yang mereka lihat. Bagi kebanyakan orang, jika mereka merasakan kita bersikap positif dan layak dipercaya serta memiliki sifat-sifat yang patut dikagumi, mereka akan mencari kita sebagai pemberi pengaruh di dalam hidup mereka. Semakin baik orang mengenal kita, semakin besar kredibilitas kita dimata mereka dan semakin besar pula pengaruh kita-jika mereka senang dengan apa yang mereka lihat. Albright mengatakan "Sikap memecahkan masalah kita, tetapi itu akan mengganggu cukup banyak orang untuk membuatnya bermanfaat."

Untuk membangun pengaruh kita harus memperlakukan orang lain dengan hormat. Lombardi mengatakan "Jika kita memperlakukan orang lain dengan hormat dan memperlakukan mereka seperti pemenang, mereka akan tampil seperti pemenang."

Selain membentuk sikap yang positip, pada tingkatan model ini seseorang harus memiliki Integritas. Integritas merupakan dasar dari sebuah siklus kepemimpinan. Seorang pemimpin wajib memiliki integritas jika ingin mebangun pengaruh pada orang lain. "Kebutuhan akan integritas sekarang ini barangkali sama besarnya seperti sebelumnya. hal ini mutlak perlu bagi siapa saja yang ingin menjadi orang yang berpengaruh."(Maxwell, 2004). Integritas merupakan kekuatan bathin yang selalu membantu meluruskan jalan kita. Abraham Lincoln pernah mengatakan "Ketika saya meletakkan tampuk kepemimpinan pemerintahan ini, saya ingin mempunyai satu orang sahabat yang tersisa. Sahabat itu adalah diri saya sendiri." Lincoln memiliki integritas yang kuat ketika ia di kritik dan dihujat begitu hebat. Kekokohan karakter seseorang terhadap suatu hal menandakan keberadaan integritas tersebut.

Tingkat Kedua adalah motivasi. Jika ingin menimbulkan dampak yang benar-benar berarti bagi orang lain maka kita harus melakukannya dengan jarak yang dekat inilah yang membedakan antara motivasi dan model. Motivasi dilakukan dengan memberi dorongan dan komunikasi dengan orang lain pada tingkat emosi. Ada dua proses yang dilakukan dalam motivasi yaitu, membentuk jembatan antar kita dan orang lain dan membangun kepercayaan dan harga diri. Ketika orang lain merasa enak bersama kita maka timbul kepercayaan yang besar dari mereka.

Sebelum kita "meminta" pengaruh dari orang lain maka kita harus memberi. Beberapa hal yang harus kita berikan kepada orang lain, antara lain, kasih sayang, respek, rasa aman, pengakuan dan dorongan. Orang lain akan berusaha mengembalikan manfaat apa yang meraka dapatkan dari kita.

Kepercayaan adalah sikap lain yang perlu dimiliki untuk membuat orang termotivasi dengan apa yang dimilikinya. Nancy Dornan mengemukakan bahwa "Ketika Anda percaya kepada orang lain, mereka akan mengerjakan hal-hal lain yang mustahil." (Maxwell&Dornan, 2004) hal ini dipertegas dalam sebuah kata bijak yang mengatakan bahwa "Percaya kepada orang lain sebelum membuktikan diri mereka adalah kunci memotivasi untuk mewujudkan potensi mereka.”

Selain kepercayaan yang perlu dimiliki, mendengarkan dan memahami juga akan menambah besar pengaruh kita pada orang lain. Mendengarkan apa yang diampaikan orang lain adalah penghargaan besar yang membuat mereka tersanjung, dipercaya, dihargai dan dimengerti atas apa yang dimilikinya. Ketika orang melihat mereka dimengeti, mereka menjadi termotivasi untuk memahami pandangan kita.

Sekarang tingkat pengaruh kita di tingkat mentor. Setelah kita mulai mempengaruhi orang lain dengan jarak dekat yaitu memotivasi mereka, kita akan menjadi mentor yang baik bagi mereka. Mentoring yang kita berikan berarti menuangkan hidup kita kepada diri orang lain dan membantu mencapai potensi mereka. Kekuatan mentoring ini sangat besar sehingga kita dapat melihat hasil usaha kita mempengaruhi orang lain di hadapan kita.

Kekuatan mentoring adalah sikap dimana kita dapat mengembangkan, menavigasi, berhubungan dan memperlengkapi orang lain. Tentunya perlu sikap positif yang kita kembangkan untuk bisa menjadi mentor dari orang lain.

Setelah kita berada di tingkat mentor maka kita perlu menaikkan tingkat pengaruh kita di tingkat pelipatgandaan. Pada tingkat pelipatgandaan ini pengaruh yang kita bentuk pada orang lain akan terus berkembang. Orang lain juga akan merasa bahwa ia memiliki pengaruh pada individu disekelilingnya. Setelah memberi pengaruh yang berlipat ganda, kita membantu yang telah dipengaruhi tadi menjadi pemberi pengaruh positif dalam kehidupan orang lain dan meneruskan tidak hanya

Pada apa yang sudah mereka terima dari kita, tetapi juga dari apa yang sudah mereka mereka pelajari dan kumpulkan sedikit demi sedikit.

Menutup opini ini penulis menyarankan untuk menjadi seorang pemimpin asahlah terus “pisau” pengaruh kita pada orang lain jika semakin tajam maka akan semakin berpengaruh. Ketika kita menghendaki pisau menjadi tajam tentu ia perlu diasah dan ketika mengasah inilah menjadi tahap yang harus kita lakukan menjadikan pisau itu tajam. Sema halnya dengan pengaruh, pengaruh tidak datang seketika tanpa proses. Dalam membangun pengaruh kita harus berbuat karena orang lain selalu mengukur kepedulian kita karena “Setiap orang tidak melakukan apa yang kita katakan, tapi akan melakukan apa yang kita kerjakan. Oleh karena itu melakukan lebih baik daripada mengatakan.

Senin, 13 April 2009

Hakekat Kebahagiaan

Oleh : Lukmanulhakim

KEBAHAGIAN bukan merupakan hal yang tabu untuk dibahas, setiap waktu, tempat dan keadaan sering kita dengar. Berkaitan dengan hal ini, setiap orang memiliki berbagai macam definisi dan bentuk serta selalu ingin mendapatkannya baik dari segi materi maupun spiritual. Sebagai contoh mendapat jabatan, prestasi, kesehatan dan lain-lain.

Kebahagian juga terkadang sering dilihat secara parsial, bahwa bahagia hanya dilihat dari sisi materi dengan punya uang yang banyak, bahagia punya pasangan yang cantik, bahagia karena punya rumah mewah, dan sebagainya. Dengan demikian maka materi akan menjadi tujuan hidupnya. Pemahaman yang sempit mengenai kebahagiaan juga dimiliki oleh para pemikir Yunani kuno seperti Plato dan Aristoteles. Plato mengatakan bahwa “hanya jiwalah yang dapat mengalami kebahagian”. Sedangkan aristoteles mengatakan bahwa “kebahagian itu dapat dinikmati oleh manusia di dunia, kendati jiwanya masih terkait dengan badan”.

Jika kita memahami kembali hakekat kebahagian bahwa kebahagiaan adalah kondisi dimana kita merasa senang, tenang, aman, tentram dan damai. Lynn Peters m,enyatakan bahwa “Kebahagian bukanlah tentang apa yang terjadi pada kita, kebahagiaan adalah tentang bagaimana kita mempersepsi apa yang terjadi pada kita. Kebahagiaan adalah ketrampilan menemukan sesuatu yang positif pada setiap hal yang negatif, dan melihat kegagalan sebagai tantangan. Andaikata kita bisa berhenti mengharapkan apa yang yang tidak kita miliki, dan mulai menikmati apa yang sudah kita miliki, kehidupan kita dapat menjadi lebih kaya, lebih memuaskan, dan lebih bahagia. Sekaranglah saat untuk menjadi bahagia”.

Ibnu Miskwaih melihat kebahagiaan secara lebih komprehensif. Menurutnyam manusia memiliki dua unsur yaitu jiwa dan tubuh. Maka kebahagiaan itu menjadi hak bagi keduanya. Kebahagian itu sediri ada dua tingkat, pertama ada manusia yang terikat dengan hal-hal yang bersifat benda dan mendapatkan kebahagian dengannya. Kedua, manusia yang melepaskan diri dari keterikatannya kepada benda dan memperoleh kebahagiaan lewat jiwa. Kebahagiaan yang bersifat benda tidak diingkarinya, tetapi dipandang sebagai kekuasaan Allah. Kebahagiaan yang bersifat benda menurut Beliau mengandung kepedihan dan penyesalan serta penghambat perkembangan jiwanya menuju ke hadirat Allah. Kebahagiaan jiwalah yang merupakan kebahagiaan yang sempura dan mampu mengantar manusia yang memilikinya ke derajat malikat.

Di samping keinginan kebahagiaan juga merupakan perintah dari Allah SWT yang harus diusahakan oleh hambanya seperti yang tertuang dalam QS. Al-Qashas : 77 ”Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.

Kebahagian sebagai tujuan menjadi motivasi untuk berbuat lebih baik. Artinya, kebahagian bisa menjadi tujuan kehidupan yang dijanjikan oleh Sang Khaliq. seperti firman Allah SWT dalam QS. Al-Balad dan Asy Syam. Kedua-dua surat ini sama-sama menerangkan bahwa Allah telah menunjukkan kepada manusia dua buah jalan yaitu jalan yang pada surat Asy Syams disebut jalan kefasikan dan jalan ketakwaan.

Dalam surat Al-Balad dijelaskan bahwa manusia haruslah bersusah payah mencari kebahagiaan dan Allah sendiri telah menunjukkan jalan yang membawa kepada kebaikan, dan jalan yang membawa kepada kesengsaraan. Tuhan menggambarkan bahwa jalan yang membawa kepada kebahagiaan itu lebih sulit menempuhnya daripada yang membawa kepada kesengsaraan. Sedangkan dalam surat Asy Syams:8-10 ditegaskan bahwa orang yang menjalani jalan ketakwaan itu akan berbahagia dan orang yang menjalani jalan kefasikan itu akan merugi.

Mengakhiri uraian ini penulis mengajak pembaca untuk kembali mengintrospeksi motivasi dan tujuan dalam memperoleh kebahagian. Amatlah sedikit yang diperlukan untuk membuat suatu kehidupan yang membahagiakan, semuanya ada dalam diri kita sendiri, yaitu di dalam cara anda berpikir dan bersikap. Berusahalah mengejar kebahagian karena tidak datang dengan sendirinya tapi diusahakan.

Untuk Apa Kuliah?

Oleh: Lukmanulhakim

Dalam menyikapi perkembangan dunia yang semakin pesat dan kompleks ini, kita dituntut untuk lebih proaktif dan kritis terhadap tantangan yang harus ditanggapi jika ingin mengiringi perkembangan tersebut.

Banyak tantangan dan hambatan yang dihadapi berdampak kepada kehidupan masyarakat dan perekonomian menjadi lebih kompleks, sifat dasar pekerjaan tunbuh sangat pesat, masa lalu semakin tidak dapat dijadikan pedoman bagi masa depan, jenis-jenis pekerjaan menghilang dengan kecepatan tak terbayangkan dan banyak tantangan lain yang harus dihadapi di zaman ketidakpastian ini (Rose & Nicholl, 2002).

Keberhasilan pada masa depan akan tergantung sejauh mana kita mengembangkan ketrampilan-ketrampilan yang tepat untuk menguasai kekuatan kecepan, kompleksitas dan ketidakpastian yang saling berhubungan satu sama lain.

UNESCO memberikan ciri masyarakat masa depan adalah globalisasi ekonomi, demokrasi sistem politik, dan seluruh aktifitas manusia berbasis ilmu pengetahuan yang kesemuanya itu menghendaki masyarakat pembelajar (Learning Society). Untuk menciptakan masyarakat pembelajar sebagaimana yang diamanahkan UNESCO di atas, maka perguruan tinggi berupaya menghasilkan manusia pembelajar yang diharapkan dapat menhadapi tantangan perkembangan di masa depan.

Kampus atau perguruan tinggi sebagai lembaga pembelajaran dituntut untuk menciptakan ilmuwan dan produk pengembangan serta kesiapan penerapan keahlian dalam masyarakat. Hal-hal tersebut akan dibangun memalui bangku perkuliahan. Bangku perkuliahan sendiri merupakan suatu proses pembelajaran pada satuan pendidikan yang diselenggarakan harus secara interaktif, inspiratif, dan menyenangkan, menantang, dan memotivasi mahasiswanya untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang cukup bagi prakarsa, kreatifitas dari kemandirian sesuai dengan bakat, minat , dan perkembangan fisik dan psikologi.

Sayangnya yang menjadi kewajiban dari perguruan tinggi di atas belum dapat membantu menciptakan mahasiswa yang dapat menyesuaikan diri setelah menamatkan perkuliahan. Hal ini terbukti masih terdapat korelasi yang signifikan antara kelulusan perguruan tinggi dengan angka pengangguran kaum terdidik. Harus disadari bahwa realitas tersebut masih disebabkan oleh ketalnya pengaruh aliran behavioristik.

Aliran behavioristik merupakan aliran lama cendrung kaku dalam menjtransformasi dan mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Ciri-cirinya yaitu (1) masih memandang pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap dan tidak berubah; (2) belajar dalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah mentransfer ilmu pengetahuan ke orang yang belajar; (3) perserta didik diharapkan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan, artinya apa yang dipahami oleh pengajar itulah yang harus dipahami oleh yang belajar; (4) fungsi mind adalah menjiplak struktur pengetahuan melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan.

Pengaruh aliran behavioristik di atas berdampak sangat besar terhadap kecerdasan dalam menanggapi ilmu pengetahuan dan berimbas pula pada menurunnya kreatifitas peserta didik dalam mengekspresikan kemampuannya. Bahkan akan memberikan kebingungan terhadap perguruan tinggi yang dipilih untuk mendapatkan masa depan yang cerah, sedangkan system pembelajaran yang dihadapi semasa perkuliahan belum sesuai dengan apa yang diharapkan.

Sindunata dalam (Hariera, 2004) menyatakan para ahli di Jerman dan Perancis misalnya, tidak lagi sekedar mempertanyakan sekolah dan universitas apa yang kita perlukan di masa depan? Tetapi sudah sampai pada pertanyaan yang lebih mendasar yaitu adakah masa depan bagi sekolah dan universitas?.

Perkuliahan yang sarat dengan pendekatan behavioristik di atas tidak dapat diharapkan membentu atau melahirkan manusia pembelajar. Jika demikian untuk apa kuliah?

Untuk mewujudkan manusia dan masyarakat pembelajar, maka pembelajaran yang selama ini masih berlangsung harus dirubah. Pembelajaran harus mulai bergeser ke arah aliran/pendekatan konstruktivistik. Aliran ini memilki ciri-ciri (1) pengetahuan adalah non objektif, bersifat temporer, selalu berubah dan tidak menentu; (2) penyusuna pengetahuan dari pengalaman konkret, aktifitas kolaboratif, refleksi dan interpretasi; (3) peserta didik memilki pengalaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada pengalamannya, dan perspektifnya dalam mengimlementasikan ilmu; (4) Mind berfungsi sebagai alat untuk menginterpretasikan peristiwa, objek atau perspektif yang ada dalam dunia nyata sehingga makna yang dihasilkan bersifat unik dan individulistik. Pembelajaran ini menekankan pada belajar bagaimana belajar, menciptakan pemahaman baru yang menuntut aktifitas kreatif, produktif dalam konteks nyata yang mendorong peserta didik untuk berpikir ulang serta mendemonstrasikannya.

Ciri-ciri pembelajaran konstruktivistik di atas telah memberikan kita penjelasan singkat bagaimana seharusnya sistem pembelajaran yang seharusnya kita terima dan gunakan untuk membentuk manusia pembelajar. Aliran konstruktivistik berangkat dari pengakuan bahwa orang yang belajar harus bebas. Hanya di alam yang penuh kebebasan inilah si pelajar dapat mengungkapkan makna yang berbeda dari dari hasil interpretasinya terhadap segala sesuatu yang ada di dunia nyata. Kebebasan menjadi unsur yang mendasar dalam lingkungan belajar.

Kegagalan atau keberhasilan , kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai interpretasi yang berbeda yang sangat perlu untuk dihargai. Kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Peserta didik adalah subjek yang harus mampu menggunakan kebebasan untuk melakukan pengaturan diri dalam belajar karena kontrol belajar dipegang oleh Si pelajar itu sendiri.

Belajar Memimpin dari Sebuah Lukisan

Oleh : Lukmanulhakim

SETELAH kita belajar bagimana menjadi seorang pengikut, maka kita perlu belajar memperlakukan pengikut menjadi pemimpin bagi diri mereka. Setiap pengikut menginginkan ke mana mereka harus pergi. Pemimpin yang baik akan memberikan visi yang jelas kepada para pengikutnya. Maxwell(2005) dalam bukunya “Remaja Hebat” menyatakan “Semua pemimpin besar memiliki dua hal, mereka tahu kemana mereka pergi dan mereka bisa membuat orang lain mengikuti mereka.”

Sering kita melihat bahkan melakukan, ketika seorang ingin memimpin maka ia diminta untuk menyampaikan visi dan misinya selama kepemimpinannya. Jika visi dan misi itu jelas, dan mempengaruhi orang, lain maka ia diberi kepercayaan menjadi pemimpin bagi orang lain. Untuk mempengaruhi orang lain dengan ide hebat yang kita miliki ketika orang lain siap dengan ide itu.

Beberapa pemimpin besar menjelaskan visi mereka dengan “melukis sebuah gambar” untuk para pengikut mereka. Setiap komposisi tertentu pada lukisan membuat orang lain mengerti, menghargai dan “melihat” mereka.

Dalam lukisan yang dibuat kita dapat meletakkan komponen-komponen penting misalnya, cakrawala bebas, matahari, gunung, burung, bunga, jalan, bahkan diri kita termasuk pada komposisi tersebut. Komposisi yang kita buat sesuai dengan visi yang kita tuju selama kepemimpinan kita.

Cakrawala, dimana kita meletakkan cakrawala menunjukkan besar visi itu jadinya. Setiap orang akan memutuskan beberapa tinggi langit yang dia ingin pergi. Tanggung jawab kita sebagai pemimpin adalah menaruh banyak langit ke dalam lukisan kita. Kita ingin mendorong pengikut kita untuk meraih bintang guna mendapatkan hasil yang tertinggi baginya!

Matahari, pada sebuah lukisan kepemimpinan yang kita buat, matahari akan membawa kehangatan dan harapan. Sinar terang memberikan hal-hal baik pada orang. Jika kita ingin menjadi pemimpin besar, terserah kita untuk membawa sinar terang kepada tim dan menjaga harapan mereka tetap hidup.

Coba kita membayangkan betapa hangat hari yang cerah dibanding dengan dinginnya hari yang hujan. Apakah kita merasa senang ketika matahari bersinar? Kebanyakan orang seperti itu. Sama halnya bila kita membandingkan seorang pemimpin yang kuat dengan yang lemah. Seorang pemimpin yang kuat dan gembira membuat segalanya tampak menyenangkan dan bermanfaat. Pemimpin yang lemah dan dingin membuat sebuah wacana yang akan menguap dan kosong.

Gunung, setiap memiliki tantangan . tugas kita adalah meyakinkan orang untuk “mendaki gunung dan memanjat dinding”. Seorang pendaki gunung tidak akan merasa putus asa sebelum mencapai puncak tujuannya dan visi terbesarnya.

Seorang imigran Amerika yang berasal dari Thailand menderita kelainan yaitu kembar thorakopagus-kembar siam yang menyatu di dada-tak pernah merasa putus asa melewati gunung kehidupannya untuk mendapat kesuksesan yang terbesar dalam hidup. Waktu demi waktu dilaluinya dengan semangat dan mengesampingkan kekurangannya. Ia pun menggapai visinya dengan menjadi petani sukses di Carolina Utara dan akhinya wafat pada usia ke enam puluh tahun. “Seorang korban yang berjalan menyusuri pasir memandang ke bawah dan hanya melihat debu, seorang pemenang melihat bahan untuk membangun sebuah puri” demikian Ben Carson (2000) dalam bukunya The Big Picture dalam menanggapi kasus Chang dan Eng.

“Perjuangan hidup tidak selalu memihak orang yang lebih kuat atau lebih cepat. Tetapi cepat atau lambatnya orang yang menang adalah menganggap dirinya bisa” (Maxwell,2002). David Brinkley mengemukan bahwa “suksesnya seseorang yang dapat meletakkan landasan yang kokoh dengan bata-bata yang telah dilemparkan orang lain kepadanya.”

Burung, di dalam lukisan mewakili dua hal yang ingin para pengikut miliki yaitu kebebasan dan semangat. Coba kita membayangkan seekor elang melayang tanpa memerlukan tenaga menuju sebuah gunung maka ia tidak akan sanggup. Apakah yang membuat semangat kita membumbung tinggi dan memberi kita rasa kebebasan? Itulah yang kita ingin orang lain rasakan ketika mereka “melihat” visi dari kepemimpinan kita. “pegang terus visi-visi, karena jika visi tersebut mati maka hidup ibarat seekor burung patah sayapnya yang tak bisa terbang.” (Hughes, 2005). Oleh karena itu gunakan kebebasan dan semangat kita untuk membuat orang lain membutuhkan kita karena “seekor burung tidak akan menggunakan sarang mereka untuk terbang”.

Bunga, walau kita sedang mengerjakan sesuatu yang sangat disukai, kita juga harus istirahat. Perjalanan menuju harapan yang besar butuh waktu dan tenaga. Setiap tujuan tidak akan datang dengan tiba-tiba karena itu membutuhkan proses, janganlah tergesa-gesa.

Jalan, ketika kita akan berangkat menuju suatu tempat maka didahului dengan permulaan dan arah yang kita tuju. Seorang musyafir melewati pedalaman yang berat, bertanya kepada Baduy pemandunya, “Bagaimana Anda bisa memilih jalan melewati puncak-puncak yang tidak rata dan jalan kecil yang berbahaya tanpa tersesat?”, Baduy itu menjawab,” Aku memiliki visi dekat dan jauh. Visi dekat dengan melihat apa yang ada di hadapanku; visi jauh memandu jalanku dengan bintang-bintang.”

Kita, jangan lupa melukiskan diri kita pada lukisan yang dibuat. Ketika kita memiliki tujuan dan harapan kepada orang lain maka kita harus masuk dengan menjadi bagian darinya. Hal yang terpenting dari kepengikutan adalah teladan yang baik dan teladan itu adalah kita. Indira Gandhi-mantan perdana menteri India- mengatakan “Dulu aku mengira kepemimpinan berarti otot, tetapi sekarang aku baru tahu kepemimpinan adalah hakikat bergaul baik dengan orang lain.”

Sebelum mengakhiri lukisan yang dibuat, pikirkan kembali apa komposisi penting yang perlu ditambahkan bagi para pengikut kita. Dengarlah apa kata anggota dari lingkungan yang kita pimpin karena pemimpin besar di dunia ini tidak bekerja sendiri.

Lukisan yang kita buat akan menentukan ke arah mana pengikut akan kita bawa . Jangan pernah menjadi pemimpin yang terbatas yaitu tidak dapat melihat visi yang dituju dan meneruskannya. Pemimpin yang terbatas juga tidak membiarkan visi mereka melebihi lingkaran kecil dari lingkungannya.

Menutup opini ini, ada beberapa hal penting bagi pemimpin untuk membuat pengikut juga merasa menjadi pengikut. Seorang pemimpin besar membuat pengikut merasa bagian dari kepemimpinannya. Setiap pengikut akan senang jika mereka dilibatkan, dianggap penting, dihargai dan dibutuhkan, maka merekapun akan membalas hal yang demikian. Setiap pengikut tidak mengambil banyak dari apa yang diketahui pemimpinnya, sampai mereka tahu seberapa jauh pemimpinnya peduli (Maxwell, 2002). Maka dari itu ingat selalu pengikut ketika membuat lukisan kepemimpinan dan libatkan mereka dalam visi kita.

Puisi Cina Lama mengatakan kepada setiap pemimpin untuk; mendengarkan orang lain, bergaul bersama mereka, kasihi mereka, awali dengan apa yang mereka tahu, bangun pada apa yang mereka miliki, dan dari pemimpin yang terbaik, ketika pekerjaan mereka siap, dan tugas mereka sesesai, maka orang itu berkata, “Kita melakukannya bersama”.

Belajar Sekarang, Memimpin Esok

Oleh : Lukmanulhakim


Kepemimpinan merupakan sebuah tema yang tak pernah usai dibicarakan dalam masyarakat. Apalagi di musim pemilu legislative dan presiden serta pilkada. Perlu disadari bahwa kepemimpinana merupakan fitrah yang tak dapat dipungkiri sebagai manusia yang diutus oleh pencipta, seperti yang tertuang dalam firman Allah “Aku hendak menjadikan khalifah (pemimpin) di muka bumi” (QS. Al-Baqarah : 30).

Memang, kepemimpinan merupakan tema yang menarik untuk dibicarakan. Siapa yang tak ingin menjadi pemimpin? Setiap orang ingin menjadi pemimpin, persoalannya bagaimanakah menjadi pemeimpin yang mampu mengembah amanah dan menjadi contoh dalam masyarakat?.

Seperti yang kita lihat di pemilu legistatif kemarin begitu banyak caleg-caleg yang maju untuk menjadi pemimpin sedangkan kursi yang disediakan hanya mungkin ± 2,5% nya saja. Setelah terpenuhi, tentunya kita bertanya kembali, apakah mereka layak disebut pemimpin? Atau mungkin sebuah uforia semata dalam menyambut pesta demokrasi di negeri ini yang beruntung masuk sebagai pemenang untuk menjadi anggota legislatif.

Semasa kampanye kita melihat begitu banyak janji-janji dan biaya yang dikeluarkan. Apakah cara seperti itu yang diharapkan untuk menjadi pemimpin? Mungking kita lupa mengenai hokum-hukum kepemimpinan yang diantaranya hukum pengaruh, hukum kredibilitas, dan hukum proses (Maxwell, 2004).

Kepemimpinan adalah pengaruh, dan pengaruh selalu diawali dengan kepercayaan, dan kepercayaan itu melalui proses jangka panjang tidak instant. Kepercayaan itu muncul ketika empati pemimpin dirasakan oleh orang yang dipimpin/pengikut. Untuk memunculkan empati maka pemimpin harus menjadi pengikut yang baik juga.

Apakah setiap calon pemimpin memilki profil pemimpin yang sering dibicarakan dan diharapkan oleh pengikutnya. Tentunya masih belum, ada pemimpin yang hanya pandai bicara ketika kampanye, tapi lupa setelah terpilih. Ada juga yang menganggap kekuasaan sebagai prestise belaka untuk identitas pribadinya dan berbagai macam model lain. Di sisi lain sering kita lihat juga pemimpin yang hanya didasarkan pada status keluarga, jabatan, situasi, dan golongan tapi bukan didasarkan pada kemapuannya memimpin. Tentu pemimpin seperti itu tidak akan lama dan kokoh.

Kita sadar bahwa memimpin bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Memimpin memang sulit tapi belajar memimpin adalah segalanya. Maka dari itu berusahalah menjadi pemimpin dengan cara belajar menjadi orang yang dipimpin. Belajarlah menjadi pengikut.

Sebelum kita memimpin esok, mulailah belajar dari sekarang bagaimana menjadi pengikut yang baik. Pakar kepemimpinan dunia Warren Bennis (1998) melakukan penelitian pada 90 pemimpin top di dunia dan menemukan bahwa pemimpin yang sukses awalnya adalah terdiri dari orang-orang yang belajar menjadi pengikut.

Pernyataan tersebut dipertegas oleh John C. Maxwell (2004) dalam bukunya yang berjudul Becoming a Person if Influence menyatakan bahwa menjadi pengikut perlu sepuluh hal yang terpenti untuk orang lain, yaitu (1)Integritas kepada orang lain, artinya mempertahankan nilai-nilai moral yang diyakini kepada orang lain. Integritas memperlihatkan komitmen pada suatu hal dan bukan sebagai orang yang Tu La Lit; (2)memelihara orang lain. Jika kita memandang ke sekeliling, maka akan disaksikan bahwa ada orangdi dalam hidup kita yang ingin diberi makan, dengan dorongan, pengakuan, rasa aman, dan harapan, yang merupakan kebutuhan setiap manusia. Inti dari proses pemeliharaan adalah perhatian tulus akan orang lain; (3)percaya terhadap kemampuan orang lain. Setiap orang akan senang jika mereka merasa dipercayai dan banyak orang akan mengerjakan apa saja untuk memenuhi kepercayaan kepadanya; (4)mendengar apa yang disampaikan orang lain. Ketika hal tersebut dilakukan sesungguhnya kita membangun hubungan terhadap orang lain dan mereka merasa dihargai; (5)kemampuan memahami orang lain. Setiap orang sebenarnya ingin didengarkan, dihormati dan dipahami, ketika orang melihat bahwa mereka dipahami, mereka akan merasa termotivasi dan terpengaruh secara positif; (6)mengembangkan orang lain, artinya membantu mereka menangkap peluang untuk membantu mewujudkan potensi mereka; (7)menjadi arah (navigator), artinya mengidentifikasi tempat tujuan. Ketika seseorang memiliki potensi pribadinya maka ia memerlukan arah untuk mengembangkan potensi tersebut; (8)berhubungan dengan orang lain, dianalogikan pada rangkaian gerbong kereta api dan apa yang terjadi. Gerbong itu ada di atas rel, dimuati barang-barang, mempunyai tujuan dan rute. Tapi gerbong ini tidak memiliki arah jika tidak dihubungkan dengan lokomotif. Sama halnya ketika kita membawa orang pergi, kemana mereka harus pergi, dimana keberadaanya, ini hanya akan diketahui jika kita memiliki hubungan; (9)memperlengkapi orang lain, artinya ketika kita mempercayai orang lain dengan sebuah keputusan penting dan dengan senang mendukungnya. Ketika kita memberikan wewenang kepada orang lain maka kita telah meningkatkan kemampuan orang lain tanpa menurunkan kemampuan kita; (10)mereproduksi orang berpengaruh artinya bagaimana ketika kita telah merubah orang lain untuk menjadi pengikut seperti kita.

Kesepuluh hal tersebut penting dan harus dimiliki setiap orang yang ingin menjadi pengikut yang baik. Seorang pengikut yang baik selalu berusaha membuat pemimpinnya dan orang lain senang terhadap ap yang diberikannya. Apabila pengikut memiliki sepuluh hal tersebut maka ia layak jadi seorang pemimpin.

Kepada generasi muda penerus bangsa, marilah kita belajar menjadi pengikut yang baik sebelum kita memdapatkan kesempatan untuk menjadi pemimpin esok. Pemimpin yang muncul karena keadaan hanya dapat bertahan pada keadaan itu saja, tetapi pemimpin yang sebenarnya adalah kita yang mau belajar untuk menjadi pengikut yang baik karena ketika menjadi pengikut kita merasakan bagaimana diperitah.

Sebelum anak kecil dapat berlari maka ia harus belajar berjalan terlebih dahulu, dan sebelum seorang pandai berenang maka ia terlebih dulu harus pandai mengapung. Kepemimpinan itu memerlukan suatu proses untuk sukses menjadi pemimpin itu sendiri.

Belajar Mencintai Orang lain

Oleh : Lukmanulhakim*


Kita sering berbicara tentang cinta, baik kepada orang tua, saudara, teman, dan individu-individu lain. Sesuai dengan fitrahnya, manusia adalah makhluk sosial yang hidup di tengah komunitas masyarakat dan harus menjalin interaksi dengan banyak individu lain. Hubungan yang terjadi meliputi perasaan, sosial-kemasyarakatan, ekonomi, dan berbagai aspek hubungan yang lain. Seorang anak kecil sejak lahir sudah hidup ditengah-tengah keluarganya. Ia memiliki ikatan rasa cinta, kasih sayang, tolong-menolong, kesetiaan dan keikhlasan dengan anggota keluarganya. Ia juga merasa aman, tenteram, dan bahagia berada di tengah-tengah keluarganya.

Kecintaan pertama kali dari seorang anak adalah ketika dalam buaian ibunya. Hal ini disebabkan seorang ibu memenuhi semua kebutuhan primernya dan sang anak juga merasa puas jika kebutuhannya terpenuhi. Baru secara bertahap, anak itu akan mencintai individu lain yang ada disekitarnya, seperti ayah, saudara, teman, tetangga dan orang lain.

Sebagai seorang anak mencintai kedua orang tua dan saudaranya adalah hal yang berarti, dia juga merasa orang-orang itu mencintai, mengasihi, memperhatikan, dan melindunginya. Kondisi seperti inilah yang mendukung timbulnya timbal balik rasa kasih sayang dan cinta. Dengan demikian sang anak akan tumbuh dengan kepribadiannya sendiri sesuai dengan apa yang diterimanya.

Seorang anak yang tumbuh dan berkembang dalam kondisi seperti ini biasanya mencintai semua orang. Rasa cinta kepada orang lain dan keinginan mengaktualisasikan kemanpuannya merupakan salah satu faktor yang membuat seseorang merasa kalau di benar-benar berkembang di tengah masyarakat. Perkembangan yang dialaminya juga dipengaruhi oleh kondisi masyarakat tersebut.

Dari sini tampak jelas bahwa kehadiran cinta yang dimiliki seseorang berawal dari bagaimana cinta yang dialaminya ketika masih kecil. Cinta yang diterimanya waktu kecil akan dikembalikannya kepada orang lain ketika ia mulai tumbuh dan berkembang. Keterkaitan cinta dan kasih sayang seorang dengan individu lain akan memperkokoh perkembangannya sehingga dapat bergaul dalam komunitasnya.

Berbeda yang terjadi dimasyarakat kita pada umumnya, mereka mendapatkan limpahan cinta dan kasih sayang sejak usia dini, namun pertumbuhan dan perkembangan yang membawa mereka berpikir berbeda. Rasa cinta terkadang di lihat hanya sebatas objek tertentu, misalnya dari fisik, status, golongan dan lainnya, tanpa didasari hasrat yang kuat untuk menghargai orang lain dari apa yang dimilikinya. Hal yang sama juga terjadi ketika dalam mengungkapkan kecintaan pada orang lain. Ungkapan cinta hanya diungkapkan dengan sebuah perkataan, bunga, kado, cincin, coklat, dan lainya. Apakah rasa cinta kepada orang lain hanya sebatas hal yang demikian, tidakkah pernah dibayangkan jika apa yang diberikan dapat hilang, berubah dari kondisi semula, atau bahkan akan berlalu. Kahlil Gibran dalam puisi cintanya menyatakan bahwa, ”Cinta sejati adalah cinta yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata”. Furben Arogzu juga mengemukanan bahwa, “Hakikat cinta adalah ketika kita berani menghilangkan naluri kemanusiaan kita yang hewani. Untuk kemudian merengkuh sebuah hakikat di luar diri dibatas keagungan-Nya. Sungguh bahwa cinta itu teramat agung untuk disandarkan kepada sesuatu bersumber dari pada apa yang disebut “manusia” karena cinta adalah “hakikat”.

Mencintai orang lain adalah unsur penting yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Cinta akan menimbulkan rasa simpatik seseorang kepada orang lain. Cinta juga menguatkan rasa keterikatan dan persaudaraan yang mendalam. “Demi Zat Yang Menguasai jiwaku, kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman. Dan kalian tidak beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah kalian aku beri tahu tentang sesuatu yang harus bisa membuat kalian saling mencintai? Sebarkanlah salam diantara kalian!”(HR At-Tarmudzi), demikianlah sabda Rasulullah kepada umatnya agar mencintai satu sama lain.

Mencintai berarti menghargai sepenuh hati apa yang dimiliki orang lain karena cinta adalah kemulian yang memancar dari diri seseorang yang membangkitkan semangat persaudaraan, dan dengan keindahannya mendorong kepada kesucian (Al-Mawardi, 2001). Setiap orang yang mencintai orang lain menemukan rasa bagus dan indah bagi dirinya. Hal ini merupakan jenis kecintaan yang paling utama yang tidak dicampuri tujuan, karena setiap yang indah itu dicintai. Tinggallah, orang yang diliputi khayalan-khayalan sempit mengira bahwa tidak ada keindahan selain yang dapat dirasakan atau dikhayalkan. “Ketahuilah, kebagusan dan keindahan merupakan ungkapan segala yang hadir kesempurnaannya yang memungkinkan baginya. Bahkan kita ketahui bahwa kuda menganggap bagus apa yang tidak dianggap bagus oleh manusia. Garis itu menganggap bagus apa yang tidak dianggap bagus oleh suara dan gambar. Semua itu disukai. Jika seorang penghayal menghayalkan bahwa hal itu kembali pada rasa, maka akhlak, yang baik, ilmu, kemampuan, dan akal, semua itu baik dan disukai. Padahal semua itu tidak dapat dirasakan dengan indra, melainkan dirasa dengan cahaya mata hati” demikian nasihat Al-Gazhali (2000) dalam “Mutiara Ihya’uhlumuddin.

Cinta adalah kekuatan terbesar dalam hidup manusia. Seperti bait lirik sebuah lagu “Hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga”, ibarat “Burung yang patah sayapnya”. Cinta merupakan sentuhan hati terdalam yang dengan nalar sehat dan tak dapat dijangkau. Dengan cinta akan membuat jalan keras menjadi lembut dan membalikkan kegelapan menjadi cahaya. Tanpa cinta takkan pernah ditemukan kedamaian, persaudaraan dan saling pengertian.

Untuk mengakhiri opini ini penulis menyimpulkan bahwa urgensi cinta sangat penting untuk dipahami karena cinta tak sesempit yang kita bayangkan. Adanya kesalahan penafsiran oleh sebagian masyarakat tentang cinta. Cinta hanya dipandang pada suatu objek tertentu bukan atas dasar penghargaan dan penghormatan terhadap apa yang dimiliki orang lain. Cinta bukan sekedar untaian kata-kata indah sebagai instrumen penaklukan hati. Tapi sebagai penyemangat dalam setiap langkah kehidupan dan persaudaraan. Pribahasa Cina mengatakan “Bunga meniggalkan sebagian dari keharumannya di tangan yang memberikannya”.

Makna Sebuah Identitas

Oleh: Lukmanulhakim


Membahas tentang identitas atau biasa dikenal citra diri bukanlah hal yang tabu, sering diucapkan dan didengung-dengungkan
, contohnya; KTP dan paspor, sebagai kartu identitas bahwa kita memiliki kewarganegaraan, dan banyak lagi yang lain pendefinisian identitas bagi setiap individu. Di samping identitas yang disematkan dari luar diri, kita perlu menyadari bahwa pentingnya menilai diri dan kemampuan, mimpi dan cita-cita kita.

Penulis mengajak pembaca untuk berpikir dan bertanya kembali, Apakah kita sadar dan tahu tentang makna identitas yang melekat dalam diri kita? Yah, sekedar mengetahui bahwa orang tua kita si A, Lahir di Kota A. Mungkin itu belum cukup membantu membawa kita berpikir tentang masa depan kita, karena sebuah identitas akan mempengaruhi pikiran dan tindakan hingga menjadi takdir kelak.

Cara kita mendefinisikan diri akan sangat berpengaruh terhadap pikiran, tindakan dan keputusan yang kita ambil. Coba perhatikan ilustrasi dari cerita Anthony de Mello (2001) dalam buku “Awareness” tentang seekor anak elang yang dibesarkan oleh induk ayam. Tentu saja keluarga ayam ini mengajarkan kepada sang anak elang tentang segala sesuatu yang menyangkut ke-ayam-an, antara lain ayam memakan biji-bijian, ayam tidak bisa terbang tinggi, ayam hanya bisa begini, dan begitu saja.
Pada suatu waktu, si anak elang ini melihat burung elang yang gagah melintas di angkasa. Dengan detak kagum, sang anak elang berkata, “Alangkah gagah dan anggunnya burung itu.” Lalu, keluarga ayam yang mendengar komentar sang anak elang berkata, “Itu adalah burung elang. Ia memang memiliki kemampuan untuk terbang tinggi di angkasa. Sedangkan kita adalah ayam. Ayam hanya bisa terbang rendah dan tak akan pernah terbang tinggi seperti elang.

Singkat cerita, sang anak elang menerima bulat-bulat apa yang diajarkan keluarga ayam. Ia akhirnya mendefinisikan dirinya sebagai anak ayam. Karena ia mendefinisikan diri sebagai anak ayam, ia pun berpikir, berlaku, dan bertindak seperti anak ayam. Sampai akhir hayat sang anak elang, beraktivitas, bertindak dan mengambil keputusan seperti seekor ayam sesuai definisi yang diyakininya.

Coba bayangkan, apa yang terjadi jika sang anak elang ini mencoba mengoptimalkan kemampuannya seperti impiannya untuk terbang tinggi seperti elang yang dilihatnya.

Dari cerita di atas kita bisa mendapatkan beberapa pelajaran berharga mengenai pengaruh makna identitas diri yang kita yakini. Cara kita mendefinisikan identitas akan menentukan masa depan kita melalui cara berpikir dan bertindak.

Makna identitas diri mempengaruhi cara kita berpikir. Sang elang yang mendefinisikan diri sebagai anak ayam akhirnya berpikir seperti anak ayam. Cara makan, jenis makanan, kemampuan ayam untuk terbang mengikuti cara ayam berkehidupan.

Cara berpikir yang dimilikinya tersebut lantas juga mempengaruhi caranya bertindak. Karena pikirannya membatasi kemampuannya sebatas sebagai anak ayam, ia pun bertindak seperti anak ayam yang baik. Ia tidak pernah mencoba berpikir di luar batasan definisi yang digariskan oleh elang yang dilihatnya dapat terbang tinggi. Orang bijak berkata, “Seseorang akan menjadi seperti apa yang ada dalam pikirannya”.

Intinya, identitas diri memiliki fungsi seperti sebuah blueprint (cetak biru) dari masa depan kita. Dengan berpatokan pada cetakan inilah kita akhirnya membangun dan mewujudkan masa depan kita. Jika cetakan ini adalah cetakan sukses, sukseslah yang kita raih di masa depan. Sebaliknya, jika cetakan yang kita gunakan adalah cetakan penderitaan, kesengsaraan, atau keterbatasan, masa depan kita pastilah akan diwarnai dengan penderitaan, kesengsaraan, dan keterbatasan, sesuai dengan cetakan yang kita gunakan.

Coba kita perhatikan bagaimana seorang Einstein mendefinisikan diri dan pengaruhnya pada masa depan mereka.

Ketika masih di bangku sekolah dasar, Einstein dinilai gurunya sebagai anak bodoh, ideot dan pendiam yang sulit untuk mencerna pelajaran. Namun Sang ayah mengajaknya selalu berpikir dengan ransangan sebuah kompas sebagai hadiah ulang tahun dibantu Sang Ibu yang perhatian dan penyayang. Bagaimana jadinya jika orang tuanya dan Einstein kecil sendiri menerima saja definisi ”anak bodoh” yang diberikan sang guru, dan tidak melanjutkan sekolahnya. Pastilah kita tidak akan pernah mengenal nama Albert Einstein sebagai ilmuwan yang hebat yang bisa mengubah pandangan dunia melalui teori relativitasnya.

Lalu bagaimana kita bisa mendefinisikan makna identitas diri yang bisa menciptakan sukses bagi kita di masa depan? Dari Albert Einstein, juga tokoh-tokoh legendaris lainnya yang berhasil meraih sukses dalam kehidupan mereka, ada satu pelajaran penting yang bisa kita teladani. Mereka semua memiliki mimpi dan mimpi mereka selalu lebih besar dari kemampuan yang terlihat pada saat itu. Albert Einstein didefinisikan sebagi anak bodoh. Namun, orang tua Einstein dan juga sang anak sendiri menolak dibelenggu definisi diri yang rendah.

Sang ibu menjadi guru Einstein, sampai akhirnya Einstein mampu menyelesaikan pendidikan dasar, dan lalu bisa melanjutkan ke perguruan tinggi sampai tingkat yang paling tinggi. Hal yang sama berlaku juga pada Bill Gates dan tokoh-tokoh sukses lainnya.

Mereka semua berhasil keluar dari definisi diri yang rendah untuk meraih mimpi yang terlihat lebih besar dari kemampuan fisik mereka saat itu. Jadi, seperti kata Bung Karno, gantungkan cita-citamu setinggi langit, milikilah mimpi/atau cita-cita yang tinggi. Bila akhirnya tidak bisa mencapai langit, paling tidak kita bisa mencapai tinggi gunung Himalaya ataupun gedung tertinggi di dunia. Tak ada hal yang bisa membatasi kita. Hanya mimpi dan pikiran kitalah yang mampu membatasi kemampuan kita. Seperti kata orang bijak, jika suatu hal bisa kita bayangkan atau mimpikan, pasti hal tersebut bisa kita wujudkan.

Selain berusaha optimal, mimpi tidak dibatasi label yang diberikan masyarakat sekitar pada kemampuan kita. Kita juga perlu menggalang dukungan banyak orang untuk mewujudkan mimpi dengan lebih cepat dan lebih baik. Akan sulit bagi Albert Einstein untuk meraih sukses sebagai ilmuwan yang terkemuka dan terhormat tanpa mendapat dukungan dari ibu dan ayahnya, yang tekun memberikan pelajaran di rumah ketika ia ditolak di sekolah. Mereka semua tidak berjuang sendirian, tetapi mendapat dukungan banyak orang. Jadi, pastikan bahwa Anda didukung terlebih dulu paling tidak oleh keluarga, teman atau kerabat yang setia, sebelum akhirnya Anda mampu menggulirkan perubahan dan meraih kesuksesan yang didukung dan diakui oleh masyarakat luas.