Senin, 13 April 2009

REMAJA MENGHADAPI “PERANG PERADABAN”

Oleh : Lukmanulhakim

MANUSIA perkembangan berpengaruh pada perkembangan tahap berikutnya, salah satunya adalah tahap remaja. Tahap remaja adalah masa pancaroba atau peralihan
dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada tahapan ini digambarkan sebagai sosok yang labil dan rentan terhadap setiap perubahan yang ditandai dengan perilaku yang cenderung ingin coba-coba, bertindak atas dasar kemauan sendiri dan cenderung memberontak pada aturan yang sudah mapan. Pada masa ini merupakan masa yang rentan terhadap setiap perubahan dan berpengaruh pada perilakunya.
Kepribadian remaja yang dinilai labil itulah yang sering dijadikan sasaran “Perang Peradaban” oleh suatu kelompok terhadap kelompok lain dengan tujuan untuk menghancurkan kita. Perang peradaban terhadap remaja dilakukan dengan berbagai cara dan tujuan untuk ; (1) menghancurkan idealisme remaja dan menguatnya
pragmatisme di kalangan remaja; (2) mengembangkan dekadensi moral; (3) melunturkan akhlak dan mental.
Strategi “Perang Peradaban” untuk menghancurkan remaja dilakukan dengan melakukan penetrasi dan infiltasi budaya, strategi kebijakan pendidikan yang ditetapkan pemerintah dan menjadikan Indonesia peredaran narkoba. Sarana yang paling efektif untuk mencapai tujuan mempercepat proses “Perang Peradaban” adalah dengan memanfaatkan teknologi komunikasi berupa televisi dan internet.
Sistem pendidikan nasional yang berorientasi fisik dan banyak mengandalkan otak ketimbang keseimbangan spiritual, menumbuhkan individu yang menggandrungi
hal-hal bersifat intelegensi yang dapat mengangkat gengsinya dari pada yang bersifat spiritual. Sistem pendidikan yang berorientasi kapitalistik seperti itu menghasilkan tumbuhnya biaya konsumerisme dan hedonisme, padahal budaya modern secara spiritual tak berarti harus kehilangan perasaan yang fundamental dari nilai-nilai kehidupan. Hedonisme dan budaya konsumerisme yang melanda bangsa Indonesia mendorong munculnya mental menerabas yaitu keinginan mencapai tujuan dengan berbagai cara pintas.
Dilain pihak para orang tua, pendidik dan tokoh masyarakat sering terkesima melihat kenyataan arus yang ditiupkan oleh orang-orang yang berdalih sebagai seni designer hiburan dan sutradara film yang gersang dari tuntutan pendidikan dan moral. Fenomena informasi dan pendidikan seperti itu menakutkan berbagai pihak seperti orang tua, guru dan tokoh spiritual di masyarakat. Suasana seperti ini sangat tampak jelas, terasa dan menghimpit upaya pendidikan yang dilaksanakan secara wajar, teratur dan terarah. Inilah yang merupakan suatu gejala serangan dan jebakan atau
jeratan “Perang Peradaban” di bidang pendidikan dalam hiruk pikuk masalah narkoba, film berindikasi porno dan peracunan mental.
Fenomena peradaban yang sedang kita hadapi ini didukung dengan berkembangnya globalisasi informasi dan teknologi komunikasi. Globalisasi informasi dan teknologi komunikasi (utamanya internet) yang tidak dapat ditangkal oleh suatu negara, memberikan peluang bagi remaja untuk mengakses informasi tanpa batas.
Akses informasi tanpa batas ini selain memberikan kemanfaatan juga memberikan pengaruh negatif pada remaja. Melalui kemanfaatan juga menberikan pengaruh
negatif pada remaja. Melaui serangan ini pola pikir remaja yang masih ”lugu” menjadi ”gaul” akan budaya asing yang merusak, hal ini terkadang di sepelekan
oleh pihak orang tua maupun pendidik.
Seperti telah diuraikan di atas, bahwa prilaku individu merupakan hasil proses belajar sosial. Tindakan individu bukan semata-mata merupakan dorongan psikologis tetapi lebih disebabkan oleh faktor sosial (Doyle P Jhonson, 1986). Hal ini dilukiska pada
individu bersama dengan orang-rang lain adalah bagian dari suatu kelompok dan akibat kesadarannya itu individu memiliki tanggungjawab moral untuk bertindak
sesuai dengan tuntutan kelompok itu sebagai proses dan tingkat sosialisasi nilai Pada saat ini pemerintah dalam rangka menumbuhkan kesadaran remaja Indonesia melalui serangkaian proses sosialisasi di sekolah baik secara formal disekolah maupun informal berupa kegiatan seremonial dirasakan sangat tidak maksimal. Pendidikan keagamaan dan budi pekerti di sekolah diberikan sangat minim dan pelajaran di sekolah lebih ditekankan pada pelajaran yang dianggap dapat mengahasilkan peserta didik yang cerdas semata. Berbagai kegiatan penting yang dapat menumbuhkan kesadaran kolektif remaja seperti pengkajian maupun pengajian agama, atau dapat
dilakukan pembinaan lembaga-lembaga maupun organisasi di masyarakat tidak lagi dilaksanakan secara wajib bagi remaja.
Apa yang harus kita lakukan untuk menumbuhkan kesadaran remaja agar memiliki mental, moral dan akhlak adalah melalui pelaksanaan sosialisasi nilai keagamaan dan pendidikan budi pekerti baik secara formal di sekolah maupun non formal melalui pengkajian maupun pengajian agama atau dapat dilakukan pada pembinaan lembaga-lembaga maupun organisasi kemasyarakatan. Cara-cara ini ini dipandang dapat
digunakan menjadi filter terhadap masuknya budaya asing yang tidak sesuai dengan nilai keagamaan dan budi pekerti remaja. Dengan kata lain untuk menghadapi
“Perang Peradaban”, kita perlu mempersenjatai remaja dengan kesadaran kolektif yang tinggi melalui sosialisasi nilai keagamaan dan budi pekerti baik secara formal maupun informal.
Berdasarkan pada uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa remaja secara alami memiliki kelemahan dalam proses perkembangan kepribadiannya. Kelemahan-kelemahan ini dapat dimanfaatkan oleh suatu negara untuk menghancurkan negara lain melalui para remajanya. Dalam kehidupan bermasyarakat, remaja memiliki peran penting karena remaja merupakan penerus generasi dan gambaran kondisi masyarakat. Kehancuran para remaja dalam suatu masyarakat akan berdampak pada
perkembangan masyarakat itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar